Postingan

Hobi Tapi Mahal: Bermain Snowboard (Bagian Pemula)

Gambar
Intro Sebenarnya, keinginan main snowboard (atau papan seluncur salju? aku bingung meng-Indonesiakannya bagaimana) adalah keinginan olahraga musim dingin paling lama yang pernah muncul di benakku, jauh sebelum belajar main ski. Alasannya simpel, karena waktu kecil aku pernah main game snowboard di PC dan rasanya keren banget! Tapi karena sulit mengajarkan orang bermain snowboard (yang notabene menghadapnya miring), ski menjadi permainan saljuku sejak dua tahun lalu. Sabtu lalu, akhirnya aku berangkat ke Gunung Erciyes bareng beberapa kawan. Gunung Erciyes ini lambang Kota Kayseri, bahkan menjadi nama dan lambang kampusku. Ia punya ski ressort dengan spek pertandingan internasional. Jalurnya juga beragam dan lumayan asyik. Dengan tinggi 3.916 meter, dia menjadi gunung tertinggi di Anatolia Tengah.  Gunung Erciyes. Foto oleh Oğuz Yağız Kara. Sumber: Unsplash.com Seperti biasa kalau niat main begini, ngajak sedikit orang juga akhirnya tetap saja banyakan. Kami bersembilan akhirnya nai

Perempuan-perempuan di Ujian Akhir Semester

Gambar
Aku baru saja menyelesaikan ujian keempat dari 10 matkul yang aku ambil semester ini. Setelah Zoom ujian berakhir, aku masih menatap layar laptop: selanjutnya apa yang harus aku lakukan?  Alih-alih istirahat sebentar lalu lanjut belajar atau kembali mengurus beasiswa Erasmus+ (yang cukup terbengkalai. Mungkin kalau sudah selesai dan jadi berangkat, aku mau bercerita banyak hal di sini?), yang terlintas di kepalaku malah rasa kecewa karena aku melakukan kesalahan di ujian. Nilai ujianku di UTS kemarin cukup buruk, rasanya aku tidak akan mendapat IP bagus kalau nilaiku biasa-biasa saja di ujian akhir. Tapi kesedihan semacam itu tidak pernah memelukku terlalu lama. Jadi aku kembali memutar lagu rock alternatif dari playlist , lalu kembali belajar. Jangan memberi istirahat terlalu lama. Hanya saja kegalauan ujian akhir semester (UAS) ini menyelimuti seisi rumah kami. Ada dua anak ilahiyat (teologi Islam) di rumah, seorang mahasiswi biologi, dan aku yang sedang UAS. Dua penghuni lagi seoran

Wawancara Beasiswa YTB dan Bagaimana Aku Mempersiapkannya

Gambar
Memasuki tahun keempat tinggal di Turki, ingatanku soal wawancara beasiswa YTB sepertinya sudah tidak terlalu baik. Tapi melihat betapa penikmat tulisan soal beasiswa YTB begitu membludak setiap tahunnya, dan demi (( engagement )), sepertinya aku ingin mencoba untuk menuliskannya. Perlu diketahui, aku merupakan awardee Beasiswa YTB S1 2017. Jadi maaf jika ada perbedaan pengalaman yang cukup signifikan dengan penerima beasiswa di tahun-tahun selanjutnya, seperti di tahunku tidak ada tes matematika dasar (seperti di tahun 2019). Mungkin tulisan ini juga belum bisa menjawab pertanyaan kakak-kakak S2 dan S3. Aku mulai belajar ngobrol Bahasa Inggris di awal tahun 2017, meskipun pendaftarannya sendiri saat itu baru dibuka di awal Maret. Benar sungguh-sungguh belajar. Alasan mengapa aku latihan sedini itu adalah karena aku lumayan mudah gugup, dan aku tidak mau--apapun nanti hasil akhirnya--aku terbata bicara Bahasa Inggris. Selain itu, memang karena aku termasuk orang yang senang belajar ba

Seandainya Jatuh Hati pada Orang Asing adalah Pilihan yang Boleh Dipilih (Bag. 2)

Gambar
Masih ada dua jam sebelum pesawat landing di destinasi tujuan. Gadis Kecil terbangun. Daftar putar album  Eye of The Storm  dari band kesayangannya, One Ok Rock, sudah tak terdengar lagi di  headphone  pesawat yang ia kenakan. Artinya ia sudah tertidur lebih dari 45 menit. Gadis Kecil sebenarnya lebih senang menonton film. Tapi entah mengapa kali ini ia malas, tidak ada judul yang membuatnya tertarik. Kemarin ketika perjalanan ke Doha, ia sempat menonton satu film dan menangis sesenggukan. Menurutnya itu lebih dari cukup.  Laki-laki di sampingnya masih sibuk dengan layar. Entah film apa yang ia tonton, mungkin itu film ketiga yang ia tonton selama duduk di pesawat. Sebenarnya Gadis Kecil membayangkan, akan seru juga kalau mereka bisa mengobrol soal film. Sayang sekali jarak, suara mesin, dan kondisi mereka yang memakai masker tidak akan membuat nyaman percakapan. Meski begitu, ia tetap mencoba mengumpulkan keberanian untuk memulai obrolan, siapa tau nanti ada kesempatan. Sementara ia

Seandainya Jatuh Hati pada Orang Asing adalah Pilihan yang Boleh Dipilih (Bag. 1)

Gambar
Alkisah, Ini adalah kali kedua Gadis Kecil pulang ke tanah air, menjadikannya kali kedua harus menunggu 9 jam transit di Doha, Qatar. Ia menghela nafas, heran sekaligus takjub karena ia kembali ada di kondisi berlama-lama di bandara. Sebenarnya ia tak yakin apa tujuannya pulang hingga dua kali dalam setahun. Tapi efek pandemi tahun ini sepertinya memberikan kesempatan semacam itu. Jadi selama kesempatan itu ada, mengapa tidak? Lagipula selalu ada yang dirasa belum selesai dalam kepulangan sebelumnya. Penerbangan menuju Doha tidak terlalu melelahkan. Tapi transit di Bandara Internasional Hamad bukan perkara mudah ketika pandemi. Sembilan jam menunggu dengan fasilitas terbatas benar-benar bukan pilihan menyenangkan . Untung kali ini penerbangannya tidak sendirian, ada lima teman rantaunya yang berangkat dengan jadwal sama. Sehingga ia tidak perlu merasa bosan atau kehilangan teman bicara andai kata internet bandara jelek karena penumpang membludak akhir-akhir ini. Pesawat Doha-Jakarta  t

Catatan Setelah Mejaku Digebrak

Gambar
Matematika menjadi momok selama aku duduk di kehidupan sekolah formal. Sejak kelas IV SD, sejak guru matematikaku membuatku kesal di tengah pelajaran. Dengan segala konsep dan stereotip yang sering diterima negatif oleh otak, nilai matematikaku selama 12 tahun sekolah semakin lama semakin biasa-saja-menuju-buruk. Belum lagi karena sejak dulu aku belajar di sekolah yang acap kali dicap "favorit", aku semakin terlihat biasa saja di tengah anak-anak rajin nan pintar. Jadi ketika rata-rata matematika SMA-ku di bawah 80, yang menjadikannya sebagai mata pelajaran dengan nilai rata-rata terendah di raporku, aku cuma bisa tertawa mengafirmasi. Hasna, temanku yang sering jadi korban tulisanku di blog ini, adalah korban nyata "kebodohan" matematikaku sewaktu SMA. Kalau aku mengaku mata pelajaran terlemahku adalah matematika dan kimia, maka dia potret sempurna kebalikan seorang aku. Matematika dan kimia adalah salah dua gaco andalan untuk menjadikannya 10 besar di kelas. Aku

Sepanjang Temaram Lampu Kota

Gambar
Kopi di gelasku sisa setengah, masih menyisakan hangat kuku ketika diseruput. Agak masam , aku mengecap. Arabika?  Padahal aku sudah memasukkan 5 gula kubus dan sedikit krimer untuk segelas kopi Belanda yang asal kuseduh dari lemari dapur. Manisnya tak seberapa di lidah, tapi sejurus kemudian menyerang kerongkongan, tubuhku mengafirmasi kopiku kemanisan. Sebenarnya, belakangan aku menghindari kafein. Musim panas di Turki agaknya menyiksa psikis, aku sempat beberapa kali kena heat stress sampai kemudian seorang kawan menasihatiku untuk menghindari kafein. “Perbanyak minum, makan buah, dan minum lemon,” katanya yang langsung aku iyakan. Lebih baik tidak minum kopi daripada kepanasan. Namun sekarang sudah tengah malam dan pemandangan balkon dari rumahku tak membiarkanku lewat tanpa secangkir kopi.   Apartemen sewaan untuk liburan musim panasku--bersama beberapa kawan setanah ibu--memiliki pemandangan balkon lantai 12. Jauh sepanjang arah timur ke selatan, kerlip lampu kota Kayseri be