Perempuan-perempuan di Ujian Akhir Semester

Aku baru saja menyelesaikan ujian keempat dari 10 matkul yang aku ambil semester ini. Setelah Zoom ujian berakhir, aku masih menatap layar laptop: selanjutnya apa yang harus aku lakukan? 

Alih-alih istirahat sebentar lalu lanjut belajar atau kembali mengurus beasiswa Erasmus+ (yang cukup terbengkalai. Mungkin kalau sudah selesai dan jadi berangkat, aku mau bercerita banyak hal di sini?), yang terlintas di kepalaku malah rasa kecewa karena aku melakukan kesalahan di ujian. Nilai ujianku di UTS kemarin cukup buruk, rasanya aku tidak akan mendapat IP bagus kalau nilaiku biasa-biasa saja di ujian akhir. Tapi kesedihan semacam itu tidak pernah memelukku terlalu lama. Jadi aku kembali memutar lagu rock alternatif dari playlist, lalu kembali belajar. Jangan memberi istirahat terlalu lama.

Hanya saja kegalauan ujian akhir semester (UAS) ini menyelimuti seisi rumah kami. Ada dua anak ilahiyat (teologi Islam) di rumah, seorang mahasiswi biologi, dan aku yang sedang UAS. Dua penghuni lagi seorang kakak S2 yang sedang mengejar tesis, dan adik kami yang masih di kelas persiapan Bahasa Arab untuk jurusan Ilahiyat. Kesibukan ujian memaksa kami di depan laptop seharian, dari bangun tidur sampai tidur lagi. Semuanya sibuk membuat catatan, semuanya sibuk menyetel musik sendiri-sendiri, dan obrolan kami terbatas pada cerita soal ujian dan hanya ujian.

unsplash.com

Dua anak ilahiyat berdiam diri di salon (ruang tengah) sejak pagi hingga tengah malam. Mereka sibuk tertawa, menonton Jurnalrisa untuk menenangkan diri, saling bantu (kalau memungkinkan), dan diam--belajar. Aku beberapa kali masuk ke salon untuk mengecek sedang apa mereka setiap kali lewat sana, dan mereka tetap di posisi sama. Depan laptop menyala dan kertas fotokopian di tangan. Mereka akan melirikku setiap kali aku iseng masuk salon dan menatapku tidak bicara apa-apa.

"Hai. Aku cuma ngecek kalian lagi apa," kataku. 

Lalu mereka kembali pada kertas fotokopi di tangan, dengan senyum sekilas. Dan aku kembali menutup pintu salon, siap mengulangi hal yang sama dua jam kemudian.

Si Anak Biologi diam di kamar yang sama denganku. Lama di depan laptopnya hampir sama dengan dua anak Ilahiyat tadi. Lagu yang ia putar adalah lo-fi hip-hop atau masuk a la Studio Ghibli. Rajin dan tekun, membuatku paham mengapa IPK-nya saat ini cukup untuk lulus berpredikat dengan pujian.

Lucunya adalah kami lupa makan, karena kami lupa masak. Sejak musim ujian masuk, masak menjadi prioritas nomor sekian-sekian. Waktu istirahat belajar kami hanya solat, dan cari makanan yang paling bisa menghemat waktu memasak. Makanan ringan dan minuman hangat hukumnya menjadi wajib. Masakan bisa jadi ada kalau ada yang mau menyisihkan waktunya untuk memasak, atau kalau ada yang mau bekerja sama untuk masak cepat, sisanya tidak ada. Tidak ada lagi jadwal makan malam bersama yang biasanya ada hampir setiap hari.

"Pokoknya habis ujian kita harus makan enak!" suatu hari itu menjadi slogan andalan setiap kami, yang terlontar dari ujian ke ujian. Kami mulai membayangkan makanan enak dan bilang, "Yuk, masak beneran minggu depan." Sungguh memotivasi.

Kadang jadwal buang sampah pukul 7 malam menjadi terlewat karena semua terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sehingga harus menunggu lagi hari esok.

Tapi di hari-hari tertentu kami sanggup work out 15-30 menit di pagi hari, di dalam rumah, membuat kerusuhan di pagi hari. Itu pun jika tidak ada ujian pukul 9.

Perempuan-perempuan di ujian akhir semester adalah perempuan-perempuan kuat. Salah satu anak Ilahiyat baru saja balik dari salon dan masuk ke kamarku, solat, lalu bilang, "mata aku capek banget, gak kuat". Sesaat kemudian dia tertidur di kasur. Dia sejak kemarin sampai minggu depan punya ujian setiap hari dan tiba-tiba saja belajar telah menjadi nama tengahnya. 

Perempuan-perempuan di ujian akhir semester adalah perempuan-perempuan yang menahan diri untuk tidak mengeluh sampai di titik benar-benar kelelahan. Dengan asupan gizi terbatas dan olahraga seadanya, kami mencoba bertahan hidup. Menulis sampai jari-jari kebas, mencatat belasan halaman, tidur sebentar, tapi bangun sepagi mungkin.

Namun, belajar mati-matian kadang tetap terhalangi oleh kemampuan Bahasa Turki yang tetap saja terbatas. Tadi pun aku merasa menguasai materi sepenuhnya dan hampir semua soal bisa aku jawab dengan baik. Hanya saja di beberapa pilihan tertentu, aku tidak yakin artinya apa. Sehingga aku hanya bisa menduga dan salah menjadi hal wajar ketika gagal paham.

Perempuan-perempuan di ujian akhir semester adalah perempuan-perempuan yang kehilangan selera bercanda. Wajah mereka kelelahan dan tidak sanggup bahkan untuk sekadar melontarkan candaan, sehingga di beberapa kondisi menjadi receh sekali. Tidak tahu juga apa yang sebenarnya sedang mereka tertawakan. Entah orang lain, atau malah diri mereka sendiri.

Perempuan-perempuan di ujian akhir semester adalah perempuan-perempuan kelelahan, cukup lelah bahkan untuk sekadar peduli dengan diri sendiri, .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Turkiye Burslari : Tips LOI #Pengalaman

7 Alasan Kenapa Kalian Harus Masuk SMAN 2 Cimahi

Turkiye Burslari 2017 (Bag. 1) : Lolos Tahap Pemberkasan, Alhamdulillah :)

Lolos Tahap Satu Turkiye Burslari 2017, Berkas Apa Saja yang Perlu Disiapkan?