Catatan Setelah Mejaku Digebrak
Matematika menjadi momok selama aku duduk di kehidupan sekolah formal. Sejak kelas IV SD, sejak guru matematikaku membuatku kesal di tengah pelajaran. Dengan segala konsep dan stereotip yang sering diterima negatif oleh otak, nilai matematikaku selama 12 tahun sekolah semakin lama semakin biasa-saja-menuju-buruk. Belum lagi karena sejak dulu aku belajar di sekolah yang acap kali dicap "favorit", aku semakin terlihat biasa saja di tengah anak-anak rajin nan pintar. Jadi ketika rata-rata matematika SMA-ku di bawah 80, yang menjadikannya sebagai mata pelajaran dengan nilai rata-rata terendah di raporku, aku cuma bisa tertawa mengafirmasi. Hasna, temanku yang sering jadi korban tulisanku di blog ini, adalah korban nyata "kebodohan" matematikaku sewaktu SMA. Kalau aku mengaku mata pelajaran terlemahku adalah matematika dan kimia, maka dia potret sempurna kebalikan seorang aku. Matematika dan kimia adalah salah dua gaco andalan untuk menjadikannya 10 besar di kelas. Aku