"Boleh Kenalan Ga? Agama Kamu Apa?"

"Boleh Kenalan Ga? Agama Kamu Apa?"

"Agama aku Kristen. Kamu?"

"Aku Islam, kayaknya kita ga bisa temenan deh."

"Iya ya, oke"

Lalu mereka ga jadi kenalan.

....

Terbayang tidak, jika suatu hari Indonesia dilanda kekacauan dan perselisihan yang parah, sampai kalau mau kenalan, yang pertama kali ditanya itu agama atau suku, bukan lagi nama. Ini lucu, bagaimana jika Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan berkoar soal Bhineka Tunggal Ika bisa hancur karena “Mempertuhan Ego” tiba-tiba menjadi budaya?

Berita hangat yang kemudian memanas akhir-akhir ini tentu saja soal Jakarta dan sederet opini soal kebhinekaan dan Pancasila. Tiba-tiba manusia-manusia di media sosial berbicara seolah paling benar dan saling menjatuhkan. Share banyak berita yang tidak jelas sumbernya, seolah apapun dihalalkan agar opini yang dibuat semakin kuat. Sejujurnya, aku tidak tertarik buat ikut-ikutan terlibat, lelah hati dinda, Bang. Meski kenyataannya, topik inilah yang menjadi diskusi ringan aku dan kawan-kawanku. Melibatkan diri dengan diskusi kasus seperti ini adalah naluri bagiku, panggilan jiwa.

Beberapa hari lalu, aku sempat nonton Youtube dari channel-nya Bang Reza Oktovian yang judulnya "KAMI TAK MAU DIAM." Ini pertama kali aku nonton video yang Bang Arap-nya ngobrol serius di channelnya. Awalnya aku enggan buat nonton beginian, maksudku dari kehidupan yang tiga dimensi, aku selalu punya sudut pandang yang berbeda dengan abang yang satu ini. Aku takut aku merasa malah terpojokkan dan kalah. Tapi karena aku sadar, aku ga bisa lihat kasus ini dari satu sisi saja, akhirnya aku putuskan menonton.

Kami Tak Mau Diam (source : channel Reza Oktovian)
Tiga puluh menit video ini menurutku adalah penyampaian opini dan keresahan hati. Waktu video selesai, aku hanya diam, "Oh gini ya pandangan mereka." Aku hanya mangut-mangut lalu memberi beberapa poin setuju, terutama waktu dia bilang bahwa Youtuber punya hak ngobrolin politik dan harusnya menggunakan keberpengaruhan mereka untuk tetap menjaga kesatuan NKRI. Kenapa tidak? Punya keberpengaruhan itu anugerah. Semua orang bisa punya pendapat, tapi tidak semua bisa berpengaruh.

Bicara soal bagaimana seseorang bisa berpengaruh, aku jadi ingat sebuah film Indonesia yang dikecam pemerintah. Film itu bercerita bagaiamana media dan pemerintah juga punya pengaruh yang bahkan jauh lebih besar dibanding individu. Mereka adalah dua pihak yang terlibat dalam lingkaran dipengaruhi, berpengaruh, dan saling memengaruhi. Tapi apakah memang semua pengaruh itu buruk?


Langkah Pemerintah

Pada Sabtu 20 Mei 2017 lalu, aku diberi kesempatan untuk ikut gathering Netizen Bandung Ngobrol dengan MPR RI di Hotel Novotel, Cihampelas Bandung. Meski titelnya “Netizen Bandung” Ruang voltaire lantai 3 ini dipenuhi antusiasme bukan hanya warga Bandung, tapi banyak daerah di Jawa Barat. “Empat Pilar MPR menjadi bahan sosialisasi yang MPR gencarkan ke berbagai daerah di Indonesia antara lain Yogyakarta, Solo, Makassar, dan Palembang.


Aku cukup excited, menyadari kalau yang hadir bukan hanya blogger, melainkan jurnalis kelas nasional. MPR mencoba merangkul semua kalangan, blogger fashion, kuliner, atau bahkan sepsialis curhat seperti aku. Di sini aku bisa melihat usaha MPR mencoba mencari cara untuk terus menjaga kestabilan Indonesia. Mereka semua bergerak dari bawah, berproses, dan terus melakukan perbaikan. Mencari cara bagaimana mereka bisa meng-influence masyarakat Indonesia menghadapi tantangan kebangsaan. Tiba-tiba aku merasa penting.

Meski punya judul Empat Pilar MPR, empat poin ini punya perannya masing-masing;

1.      Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara.
2.      Pancasila sebagai ideologi negara,
3.      Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagia bentuk negara, dan
4.      Bhineka Tunggal Ika sebagai seomboyan negara.

Empat pilar ini adalah hal yang sebenarnya sudah membudaya, tanpa kita sadari, ini sudah menjadi bagian dari kehidupan kita selama berpuluh-puluh tahun. Jika kita bisa sadar secara sempurna siapa diri kita, lalu menamakannya dalam kehidupan sehar-hari, maka disintegrasi tak perlu ada.

Ada banyak cara menanamkan rasa cinta terhadap Empat Pilar MPR ini. Karena mungkin, ideologi adalah doktrin. Dari diskusi di Bandung yang para netizen bersama MPR ikuti, banyak sekali yang mebuat hati dan pikiran aku tercerahkan. Empat Pilar MPR ini bisa masuk lewat ragam lomba seperti menggambar dan cerdas cermat, pendidikan dan pelajaran di sekolah-sekolah formal, hingga ke komik dan film. 

 

Sebagai (terkadang) penikmat film, aku hanya bisa bilang oke untuk usul film. Film pemerintah harus bagus, harus. Aku tahu satu judul film pemerintah yang kemudian jadi bulan-bulanan masyarakat. Film adalah langkah baik jika memang bisa dikembangkan, karena film adalah salah satu media “cuci otak” dan doktrin yang tepat.

Warganet Juga Saling Memengaruhi

Selama acara berangsung, tagar #4PilarMPR kemudian menyebar, mulai dari Twitter, Facebook, hingga Instagram.

Aku nge-tweet sambil lumayan mikir. Waktu aku nge-tweet atau post story instagram aku disebar, berapa orang yang akan baca? Berapa orang yang akan tahu? Waktu aku nulis ini aku juga mikir, berapa orang yang akan terpengaruh? Aku ingin bisa paham, bahwa internet memang media beropini. Media sosial sekarang panas, saling menjatuhkan satu sama lain. Tidak sedikit yang lelah hatinya, lalu memutuskan untuk pura-pura tidak peka. Tapi itulah fungsi media sosial sesungguhnya, para netizen atau warganet ini mau tidak mau akan terus saling memberi pengaruh, baik positif ataupun negatif, setidakpeduli apapun kamu pada situasi. 

Bagiku, masalah persatuan bukan masalah yang bisa dibiarkan begitu saja dan berharap bisa selesai dengan sendirinya, pura-pura tidak tahu atau malah memang tidak tahu. Semua orang harus ikut ambil bagian. Masalah ini bukan masalah yang dikendarai politik, tapi soal harga diri bangsa. Seberapa Indonesiakah kamu? Seberapa dalamkah pemahaman kamu soal Empat Pilar MPR?

Kita sebagai warga negara merangkap warga internet, harus melek media. Harus teliti, cermat, dan ikut peduli. Media itu alat perang di zaman edan ini, dilihat dengan luasnya jangkauan media memengaruhi manusia, aku pikir pilihannya hanya ikut perang dan bermanfaat bagi orang lain atau diperdaya.

Semua orang berhak mengutarakan pendapat, memberi pengaruh positif terhadap sesama, tapi wajib menghargai pendapat. Semua orang harus bergerak, harus peduli dan terlibat. Banyak sekali cara melakukannya, bisa dengan video-video pendek, tulisan-tulisan di blog, atau celoteh kamu di media sosial. Siapapun kamu, apapun profesi kamu. Kasus kebhinekaan ini menantang kita sebenarnya, berani untuk bicara soal kejujuran diatas kepentingan dan bicara persatuan di atas perselisihan. 

Apa akan ada yang pihak yang tersakiti? Mungkin akan selalu ada. Mengutarakan pendapat adalah mempertaruhkan pemikiran hingga harga diri, tapi itulah cara kita terlibat, cara kita memengaruhi. Tapi yang paling penting adalah berani mempertanggungjawabkan karya yang sudah kita buat.

Semoga tetap nama yang ditanya kalau kenalan, bukan suku, agama, atau malah nomor sepatu. Maaf kalau lagi-lagi blog ini isinya curhat, tapi nomor sepatu aku 36 by the way. Boleh kirim kok boleh :)

Komentar

  1. Tulisannya bagus banget kak :) sebenernya 4 pilar ini udah ditanamkan dalam pendidikan kita sejak kecil ya (nggak tau deh kalo anak sekolah jaman sekarang), jadi sebisa mungkin aku tetap berpegang teguh dan mengingatkan yang lain kalau2 mereka 'lupa' kalau mereka tinggal di Indonesia yang penuh kebhinnekaan.
    Anyway, ukuran sepatu kita sama, mungkin kita bisa tuker2an :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada ko kak jaman sekarang juga wkwk, tapi mungkin ga sedaem dulu. terus kadang kita mikir gitu, "faedahnya apaa?" :'
      wih, boleh tuh minjem sepatu kaka :D

      Hapus
  2. Setuju bgt... Suka tulisannya...

    BalasHapus
  3. Cakeeep. Suka sama tulisannya Aziza. :) Jangan mudah terusikk meviralkan berita atau opini yang belum tentu benar, ya.

    BalasHapus
  4. Wah.. Bagus tulisannya.. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Malu sebenernya kalau baca ulang hehe, makasih ka^^

      Hapus
  5. Renyah bacanya... MasyaAllah

    BalasHapus
  6. "..spesialis curhat", hahaha.... Iya MPR Ri bekerja keras dan ngga salah merekrut bloher buat ngebantu ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ka. aku beneran spesialis curhat padahal :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Turkiye Burslari : Tips LOI #Pengalaman

7 Alasan Kenapa Kalian Harus Masuk SMAN 2 Cimahi

Turkiye Burslari 2017 (Bag. 1) : Lolos Tahap Pemberkasan, Alhamdulillah :)

Wawancara Beasiswa YTB dan Bagaimana Aku Mempersiapkannya