Seandainya Jatuh Hati pada Orang Asing adalah Pilihan yang Boleh Dipilih (Bag. 2)

Masih ada dua jam sebelum pesawat landing di destinasi tujuan. Gadis Kecil terbangun. Daftar putar album Eye of The Storm dari band kesayangannya, One Ok Rock, sudah tak terdengar lagi di headphone pesawat yang ia kenakan. Artinya ia sudah tertidur lebih dari 45 menit. Gadis Kecil sebenarnya lebih senang menonton film. Tapi entah mengapa kali ini ia malas, tidak ada judul yang membuatnya tertarik. Kemarin ketika perjalanan ke Doha, ia sempat menonton satu film dan menangis sesenggukan. Menurutnya itu lebih dari cukup. 

Laki-laki di sampingnya masih sibuk dengan layar. Entah film apa yang ia tonton, mungkin itu film ketiga yang ia tonton selama duduk di pesawat. Sebenarnya Gadis Kecil membayangkan, akan seru juga kalau mereka bisa mengobrol soal film. Sayang sekali jarak, suara mesin, dan kondisi mereka yang memakai masker tidak akan membuat nyaman percakapan. Meski begitu, ia tetap mencoba mengumpulkan keberanian untuk memulai obrolan, siapa tau nanti ada kesempatan. Sementara ia mematut kalimat yang pas untuk bicara ketika kondisinya tepat, lelaki itu, Si Orang Asing, malah mencoba untuk tidur. Gadis Kecil menghela nafas, Ia selalu saja kehilangan momen kalau soal sapa-menyapa begini. Tapi tidak ada yang perlu dipaksakan dari sebuah perkenalan, kan?

Sepanjang perjalanan, Gadis Kecil sama sekali tidak bisa mengenali Orang Asing lebih dalam. Bahkan wajah saja tidak bisa ia ingat persis, wajah itu memang hanya bisa ia lihat sekilas ketika waktunya makan. Sejujurnya agak canggung juga makan tanpa mengobrol, padahal mereka kini sudah saling mengetahui nama masing-masing. Ketika menu makanan ditawarkan, mereka selalu memesan makanan yang berbeda. Ketika makanan disajikan, mereka seasing itu untuk sekadar mengoper makanan. Acara makan ikut bias menjadi asing bersama kecanggungan yang hidup di antara keduanya, apalagi untuk Gadis Kecil yang biasa jadi anak "tongkrongan" ketika sedang makan seperti itu. Normalnya dia selalu punya teman bicara atau setidaknya teman untuk disimak.

Pukul setengah tiga sore waktu setempat, pesawat yang mereka tumpangi akhirnya mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Dari jendela kaca, Jakarta menunjukkan cuaca bulan November yang khas, mendung hampir hujan. Beberapa hari lalu Gadis Kecil sempat menelepon keluarganya, dengar-dengar Indonesia selalu hujan seminggu terakhir. Meski sebenarnya ia juga yakin, Jakarta akan selalu panas di bulan apapun.

"Akhirnya sampai juga," Orang Asing merenggangkan otot-ototnya, mengarahkan pandangan kepada Gadis Kecil.

"Setelah perjalanan panjang," Gadis Kecil mengaminkan. Lawan bicaranya mengernyit, tidak bisa mendengar dengan baik. 

Ah sudahlah, abaikan. Pembicaraan dengan kondisi seperti ini benar-benar tidak nyaman.

Setelah pesawat terparkir dengan rapi, mereka berdua berdiri bersiap. Orang Asing kembali memakai jaket kulit, menyampingkan tas laptop gelapnya, dan mengeluarkan koper kecil birunya dari kabin. Sementara Gadis Kecil kembali membawa ransel abu-abu. Kini mereka berdiri depan-belakang, ikut mengantri turun keluar.

"Ada yang jemput Mas?" tanya Gadis Kecil. 

Yang ditanya menggeleng, "Saya tinggal sendiri. Kalau Mbak, ada yang jemput?"

"Nggak juga, saya lanjut lagi naik bus."

Lalu perbincangan singkat-singkat pun terjadi. Kali ini Gadis Kecil menambah informasi tentang Orang Asing. Anak tourism. Sebenarnya ia tak menyangka laki-laki di hadapannya mahasiswa pariwisata, sama seperti halnya laki-laki itu seperti tidak menyangka dirinya mahasiswi penyiaran. Tapi fakta yang satu ini menarik, perlu dicatat baik-baik di dalam kepala.

Antrian mulai maju dan kini mereka berjalan bersisian. Obrolan mereka mulai pada cuaca Jakarta yang panas, mengharuskan Orang Asing kembali membuka jaketnya. Sepertinya tubuh mereka harus kembali menyesuaikan diri setelah datang dari cuaca Eropa di penghujung musim gugur. Mereka tertawa seolah sudah selama itu pergi meninggalkan tanah air. Teman-teman Gadis Kecil entah kemana, pergi lebih dahulu, sepertinya tidak ada yang peduli dengan dirinya yang duduk bangku belakang. Teman-temannya memang buru-buru karena dikejar penerbangan selanjutnya. Tapi untuk sesaat, ia juga tidak peduli, toh perkenalannya dengan Orang Asing jauh lebih menarik. Mereka tetap berjalan bersisian, kadang dalam hening-hening yang masih saja panjang. Andai kata ada seseorang melihat mereka, mungkin akan terlihat lucu. Pakaian mereka pun terlihat serasi, seperti sepasang ayah dan anak. Atau terlihat seperti ... apakah Masha telah menemukan Bear-nya?

Akibat pandemi, prosedur keluar bandara Cangkareng jauh lebih rumit. Penumpang kedatangan luar negeri harus mengisi data dan cek kesehatan sebelum melewati imigrasi. Gadis Kecil, yang secara khusus diminta menjadi "pemimpin" rombongan teman-temannya, harus memisahkan diri dari Orang Asing. Ia harus kembali mengurus beberapa hal, terutama untuk anggota rombongan yang paling muda sekaligus yang paling tidak paham prosedur bandara. 

Area baggage reclaim kembali mempertemukan Orang Asing dengan Gadis Kecil. Mudah untuk Gadis Kecil menemukan topi merah lelaki asingnya, lagipula lelaki itu cukup tinggi. Kini lelaki yang sedari tadinya ia cari berdiri tidak jauh di samping, dan masih saja mereka diam dalam hening. Sampai akhirnya, demi melihat Orang Asing masih tidak beranjak ketika koper besar pertamanya sudah tiba, Gadis Kecil berani membuka suara.

"Memangnya Mas bawa berapa koper?" 

"Dua haha," dia tertawa, membuat sepasang mata sipitnya nyaris menghilang.

"Wih banyak juga ya?"
 
"Iya, kan for good."

Gadis Kecil menyeringai mengiyakan, istilah itu benar-benar lucu didengar. Tak lama, koper kedua Orang Asing datang. Lelaki itu kembali mengambil barangnya, menaikkan pada troli, lalu berjalan mendorong troli perlahan. Gadis Kecil bisa merasakan lelaki itu terdiam, ia tahu lelaki itu tengah menunggu dirinya menyadari kalau sebentar lagi mereka harus berpisah.

Ketika pandangan mereka bertemu, dari matanya Gadis Kecil bisa melihat Orang Asing tersenyum ramah. Mata yang sama ramahnya dengan mata yang ia temui hampir 10 jam lalu. "Duluan, ya," Orang Asing melambaikan tangan pelan.

Gadis Kecil membalas senyum sopan, ikut melambaikan tangannya lebih ceria. Lalu ketika troli lelaki itu bergerak, Gadis Kecil berujar sedikit teriak, "Hati-hati, Mas!"

Kini Orang Asing mendorong troli ke arah pintu keluar dan Gadis Kecil langsung berbalik, tidak mau mendramatisir kepergian dengan melihat punggung lelaki itu terlalu lama. Ketika itulah, bersamaan dengan menghilangnya punggung Orang Asing dari pandangan, bersamaan dengan keputusan cepatnya untuk membalikan badan, sesuatu ikut hilang dalam diri Gadis Kecil. 

Kenyataan pertama yang harus ia hadapi ialah menerima bahwa orang asingnya sampai akhir perjalanan tetaplah asing. Gadis Kecil bahkan tidak tahu persis bagaimana cara mengeja nama Orang Asing dengan benar. Ia juga tidak bisa memastikan apakah Orang Asing telah berkeluarga atau tidak. Jadi ia tidak tahu apakah dengan memiliki perasan sekilas seperti ini sebenarnya tengah memposisikan dirinya dalam rumah tangga seseorang? Selama perjalanan, ia juga tidak membuka banyak kesempatan berbicara dan itu menerbitkan sedikit rasa sesal, meski perasaan seperti itu tidak menetap. 

Selanjutnya Gadis Kecil juga harus menerima kenyataan bahwa mungkin ini adalah kali pertama sekaligus terakhir mereka bertemu. Mungkin setelah ini mereka tidak akan saling mengenal lagi. Mungkin laki-laki itu akan pergi dan melupakan nama dirinya yang terdengar pasaran. Dan kenyataan menyebalkan lainnya adalah, menerima realita bahwa ia menyukai pertemuan dan keterasingan antara dirinya dan Orang Asing. Bahwa laki-laki itu telah meninggalkan kesan mendalam di perjalanan singkat Doha-Jakarta. Terdengar bodoh memang, ia harus akui. Tapi ia juga harus jujur, tatapan mata ramah lelaki itu mungkin tidak bisa ia lupakan sampai waktu-waktu yang tak bisa ditentukan.

Foto oleh Erik Odiin. Sumber: unsplash.com

Seandainya jatuh hati pada orang tak dikenal itu sah-sah saja, mungkin cerita ini akan memilik nuansa lebih ceria nan bahagia. Tapi seperti halnya kisah orang asing pada umumnya, lelaki itu, Si Orang Asing, tak lebih daripada seseorang yang tak sengaja ditemui karena tak sengaja berpapasan. Seperti halnya ketika seseorang sedang berjalan kaki lalu bertemu orang tak dikenal di salah satu perempatan, mereka menyapa, lalu kembali berpisah karena pertemuan mereka terlalu kebetulan untuk pergi ke destinasi yang sama. Kisah-kisah serupa ini memang hanya akan manis diurai dalam dongen, karena pilihan "hidup bahagia selamanya" hampir tidak pernah ada bagi mereka-mereka yang saling merasa asing. Suka tidak suka Orang Asing telah kembali kepada hakikat keasingannya; datang dengan asing lalu kembali menjadi asing. 

Untuk terakhir kalinya Gadis Kecil menoleh, tubuh yang dicarinya sudah benar-benar hilang di balik keramaian. Rasanya ia ingin mengais sisa-sisa pertemuan tadi, memutar balikan waktu untuk sekadar bertukar kontak, untuk sekadar menghafal ulang wajahnya, atau sekadar melihat kembali sepasang mata ramahnya. Namun kini hati kecilnya harus mengakui sebuah kekalahan panjang, bahwa seberapapun ia jatuh hati, lelaki bertopi merah itu akan selalu menjadi keterasingan paling jauh di hidupnya.

(untuk mengenang penerbangan Doha-Jakarta, 2 November 2020)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Turkiye Burslari : Tips LOI #Pengalaman

7 Alasan Kenapa Kalian Harus Masuk SMAN 2 Cimahi

Turkiye Burslari 2017 (Bag. 1) : Lolos Tahap Pemberkasan, Alhamdulillah :)

Lolos Tahap Satu Turkiye Burslari 2017, Berkas Apa Saja yang Perlu Disiapkan?